(Koordinator Jaringan Anti Bumi Datar regional Sumatera :-D)
Pilkada merupakan salah satu dari
konsekuensi berdemokrasi. UU secara tegas mengatur sekaligus sebagai payung
hukumnya. Hiruk pikuk dan gegap gempita menyambut kepala daerah baru tentu
mesti dibarengi dengan pikiran kritis dan rasional. Bukan tentang fanatisme
yang berakhir pada menjadi simpatisan salah seorang calon, namun tentang sejauh
mana kita mampu menerjemahkan pesan-pesan politik bukan sekadar tafsir semiotik
belaka, namun mampu dikawal hingga dapat diwujudkan nantinya.
Oleh karenanya, terkesan klise
melihat begitu banyak massa fanatis yang beroperasi disemua lini. Mereka
bergerak melalui jejaring semu, menjad mesin politik yang ampuh dalam meraup
dukungan mayoritas masyarakat. Dalam terminology Pierre Bourdieu seorang
pemikir politik Prancis, bahwa kerja-kerja menyebarkan doxa (kebenaran yang diyakini) akan berpengaruh dalam pembentukan habitus (menjadi keyakinan kolektif
masyarakat). Dalam hal ini, ia menyinggung dua modal utama dalam arena
pertarungan kekuasaan, yakninya modal budaya dan modal sosial sebagai keharusan
yang dimiliki oleh calon yang bertarung, selain tentu saja modal ekonomi.
Wal hasil, dalam tradisi politik
yang terbilang tradisional dikhawatirkan akan mereproduksi agen-agen
(simpatisan) dengan gerak yang kabur dan bias. Tidak bisa lagi dibedakan mana
argumentasi politik yang berbasis pada moral dan etis, dan juga mana yang hanya
sekadar hoax, ataupun logica fallacy yang
berorientasi menyerang secara pribadi. Semisal, mengomentari perihal sikap,
gaya berpakaian dan latar belakang personal calon yang ada. Tentu debat semacam
hanya akan berakhir dengan debat kusir atau debat ala kaum sophis (selalu ingin
menang sendiri dan tidak mencerahkan sama sekali).
Nahh.. implikasi dari gejolak
yang demikian, akan menimbulkan kekalutan dalam ilmu pengetahuan. Sebab, pada
tahap ini semua sudah berbicara politik. Sehingga timbul semacam kekhawatiran,
bagaimana dengan nasib mereka yang mempelajari langsung ilmu politik secara
akademis dan teoritis ? muncul semacam penyempitan makna seolah semua orang
bisa berpolitik tanpa harus paham terlebih dahulu ilmu politik? Disinilah
problematika itu menjadi semakin kompleks.
Untuk memperjelaskan kerancuan
berpikir kita melihat fenomena yang ada, perlu ada pembatasan dan pembedaan
terhadap ilmu politik sebagai satu entitas. Pembedaan ini dapat dibedakan
menjadi dua klasifikasi, politics as the
science dan politics as the art. Politics as the science adalah politik
sebagai satu disiplin ilmu dan Politics
as the art adalah politik sebagai seni dalam artian luas. Saya rasa dengan
memahami definisi ini akan membuat pembacaan kita atas politik semakin terang.
Sehingga tidak perlu rasanya elaborasi lebih lanjut.
Penting juga pada tahapan
selanjutnya untuk menggencarkan literasi, pendidikan yang berujung pada
terbangunnya budaya politik semisal yang diimpikan Plato dalam respublica, dimana Politik adalah untuk
mencapai kebaikan bersama. Sekali lagi KEBAIKAN BERSAMA.
Bingung cara bermain Togel Hongkong, anda bisa mengetahui cara bermain Togel Hongkong di sini Togel Hongkong
BalasHapusDi bawah ini juga adalah sedikit penjelasan Togel Singapura untuk membantu anda mendapatkan kemenangan bermain Togel
Togel Singapura
Anda bisa baca itu semua di Erek Erek
Erek Erek
Erek Erek 2D
Erek Erek 3D
Erek Erek 4D
Erek Erek 4D