(Bukan Siapa-Siapa)
Pagi itu, sama seperti pagi-pagi
biasanya, semua berjalan serba dinamis. Angin berhembus pelan dan cahaya
mentari pagi yang menghangatkan perlahan menyinsing. Tidak ada yang terlalu
istimewa. Sampai ketika dua orang yang boleh dibilang berperawakan bapak-bapak
berpapasan, dan seketika itu juga mengajak salah satu dari mereka untuk duduk
di beranda warung kopi. Tanpa banyak cincong,
mereka pun langsung berjalan ke warung kopi terdekat.
Yaa.. lazimnya di warung kopi,
memesan secangkir kopi hitam pekat dengan sedikit gula adalah tradisi yang
wajib bagi bapak Sukab, begitupun dengan kawannya yang satu lagi, tapi berbeda
dengan bapak Sukab, dia meminta agar kopinya dibuat setengah gelas saja.
Sambil mengeluarkan sebungkus rokok
yang bungkusannya sudah terlipat-lipat akibat ditaruh disaku belakang
berhari-hari, mereka pun mulai bercuap-cuap. Mulai dari perkara jokowi sampai
dengan Maya janda yang tinggal sendirian di desa itu, dan terakhir soal
Pilkada.
Memang benar kata pepatah, “life begins after coffee”, hidup dimulai
setelah ngopi. Buktinya, sembari
menyeruput kopi, tak terasa sudah berapa banyak kata-kata yang muncul, ada
sanjungan, pujian bahkan makian pun tak luput terucap. Indah memang, apalagi
semilir angin menambah khidmatnya suasana warung kopi yang memang terletak di
sekitaran hamparan sawah.
“Saya tidak ingin memilih si Anu,”
teriak Bapak Anu dari belakang yang seketika mengejutkan dua berkawan ini.
“Mengapa ?,” kata sukab menimpali.
Lantas dimulailah kuliah warung
kopi sepanjang 6 sks, yaa..hampir sama dengan skripsi barangkali (:-D)
Bapak anu mulai mengambil
ancang-ancang. Sehabis memesan kopi pahit dan goreng ubi, ia mulai ngoceh sana
sini. Sementara dua berkawan itu masyuk mendengarkan ocehan beliau, dan
sesekali menimpali, bila ada maksud yang tidak dimengerti atau tidak disetujui.
“Jadi begini anak muda, kalian
lihat daerah kita ini. Banyak sekali mereka yang jualan tampang, menyapa kesana
kemari, namun hilang seketika ketika sudah jadi. Lihat baliho-baliho besar itu,
hanya membuat sakit mata saja. Kemaren, sewaktu belum jadi, mereka janjikan
ini, mereka janjikan itu, tapi setelah itu apa. (sumpah serapah meluncur deras
dari mulut si Bapak anu).
Kalian lihat juga disana kan, ada
sawah-sawah dan ladang begitupun akses jalan, bagaimana kondisinya,
memprihatinkan sekali, wajar saja desa kami sekarang sepi, sebab desa sudah
tidak menjanjikan, penduduk pada lari semua ke kota. (tiba-tiba bapak ini
mengutip perkataan bung Hatta) mana itu slogan membangun dari desa? Saya sangat
khawatir melihat nasib-nasib sungai, sawah dan ladang yang saban hari, semakin
ditinggalkan… Kalian tidak dengar yaa, berita di desa sebelah? satu persatu
investor masuk dan mulai merampas tanah yang ditinggalkan, sementara warga kampung
tak berdaya menuntut apa-apa. Mau mengadu ke kepala daerah, yaa sama tahu lah..
ke dewannya pun kami sudah patah arang duluan. Jadi hidup mereka seolah dibunuh
secara perlahan.
Naahhh.. tidak lama lagi desa kami
ini pun juga akan menjadi sasaran. Hanya karena momen Pilkada isu ini dapat
diredam. Kami sebagai warga desa tidak tahu harus mengapa? Tingkat pendidikan
yang minim, ditambah dengan banyaknya mereka yang menjual kepentingan kelompok
demi keuntungan pribadi, tidak jelas lagi alur dan kepatutan, semua saling
mencurigai. Padahal desa ini dulu sangat tenteram, beberapa kali kami menjadi
pusat percontohan bagi desa lain,baik dalam hal pertanian, maupun peternakan.
“Sekarang kalian lihat lagi bukan,
bagaimana ramainya desa kami, bukan karena desa kembali semarak oleh penduduk
yang kembali pulang, tapi karena momen Pilkada. Semua obral janji seolah paling
merakyat, tapi jangankan tahu dengan kondisi riil kami sekarang ini, mungkin
kalau ditanya apa yang kami butuhkan mereka tidak ada yang tahu. Yang pasti
jawaban klise yang akan didapatkan, seperti Pilkada sebelumnya, bahwa kami akan
dibangunkan jalan, dibantu pupuk murah, dan pasar untuk menjual hasil bumi
kami. Tapi sampai sekarang janji itu masih lah diawang-awang tidak pernah
benar-benar terwujud”
Mengakhiri ocehannya Bapak Anu
mengatakan kepada kami.
“Jadi
pada Pilkada nanti kalian akan memilih siapa?”
Si
Sukab menjawab, “Mending jangan memilih, pak”
“Lah
emangnya kenapa?” Tanya bapak lagi.
“Kan
sudah Bapak beberkan panjang lebar soal Pilkada tadi, dan bagaimana bukti dari
janji-janji kampanye mereka, kalau menurut saya sebaiknya jangan memilih,
mending bapak ajak warga desa golput, sebagai bentuk protes” sukab menimpali.
“Kalau
gitu nanti kami malah tidak diperhatikan”
“Memilih
ataupun tidak memilih pun akan tetap sama, bukannya desa bapak sudah dari
dahulu tidak diperhatikan” Kali ini Sukab menjawab dengan bijak.
“Lantas,
kalian berdua mau memilih siapa nanti ?”
“Maaf
pak, cerita bapak tadi sangat luar biasa sekali, tapi tetap saja jangan
memilih”
“Kok
jangan memilih”
“Maksudnya
kami yang jangan memilih, karena kami bukan warga daerah sini, kami pun tak
punya KTP sini, barangkali juga tak terdaftar di DPT, jadi yaa.. gimana kami
mau memilih, pak?”
Akhirnya
semua tertawa terbahak-bahak seolah melupakan keluhan Bapak yang panjang tadi.
Bermain permainan Judi Taruhan Sabung Ayam tapi tak dibayar?
BalasHapusTenang, Agen BOLAVITA menyediakan permainan Sabung Ayam Aman dan Terlengkap yang berapapun kemenangan Anda pasti akan langsung di bayar!!
Bolavita.ltd merupakan Agen Resmi Taruhan Online Terbaik dan Terpercaya di Indonesia. Percayakan taruhan Anda hanya pada Agen Profesional dan Resmi yaitu Taruhan Online BOLAVITA.
Promo yang diberikan Agen BOLAVITA:
♣ Bonus New Member 10%
♣ Bonus Deposit Setiap Hari 5%
♣ Bonus Cashback 5 - 10%
♣ Bonus Referral 7 + 2%
♣ Bonus Flash Deposit 10%
dan masih banyak bonus menarik lainnya !!!
Segera daftar, main dan raih bonus nya sekarang juga!!!
Baca juga =
1. Cara Membuat Akun dan Bermain di Situs S128
2. Promo Promo BOLAVITA
Untuk info selanjutnya, bisa hubungi kami VIA:
BBM : BOLAVITA / D8C363CA
Whatsapp : +62812-2222-995
Livechat 24 Jam