campus.imcnews.id
Wahyu Hidayat
Mahasiswa Prodi Ilmu Pemerintahan Fisipol Universitas Jambi dan BPH IMKS-JAMBI.
Indonesia adalah salah satu negara di dunia bahkan mungkin satu-satunya negara yang memiliki keanekaragaman suku, agama, etnis, bahasa, serta kebudayaan yang tersebar luas di ribuan pulau yang terdapat di sepanjang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Masyarakat yang multikultural atau heterogen membuat bangsa ini mempunyai ciri khas tersendiri dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Bahkan, kemajemukan ini membuat bangsa Indonesia menjadi percontohan negara yang masyarakatnya toleran terhadap perbedaan.
Kemajemukan dalam hal budaya merupakan ciri utama bangsa Indonesia, hal ini dikarenakan bangsa Indonesia memiliki budaya-budaya yang berbeda di setiap daerahnya. Dan juga di suatu daerah memiliki berbagai macam budaya yang berbeda pula. Inilah yang membedakan dan menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang menarik untuk dikunjungi dan diteliti. Keramahan masyarakat sudah dikenal manca negara hal ini dikarenakan masyarakat Indonesia sudah terbiasa dengan perbedaan dan ini yang menjadikan orang asing yang masuk ke daerah adalah hal yang biasa dan patut untuk dihormati, hal semacam itu merupakan hal yang lumrah dalam perbedaan.
Keanekaragaman budaya di Indonesia dibuktikan dengan adanya pesta ataupun pegelaran budaya di setiap daerah masing-masing yang mempresentasikan bahwasanya kebudayaan tersebut merupakan warisan budaya dari nenek moyang. Misalkan di daerah Provinsi Jambi, Kabupaten Kerinci tepatnya di Semurup, yang mana masyarakatnya masih memegang teguh kebudayaan leluhur nenek moyangnya, hal ini di buktikan dengan digelarnya sebuah tradisi budaya yakni Mandi Balimau setiap lima tahun sekali. Mandi Balimau merupakan salah satu dari berbagai macam kebudayaan daerah lainnya dan merupakan satu dari ribuan bentuk kebudayaan yang tersebar di bangsa yang kaya akan kebudayaan masyarakatnya.
Mandi Balimau adalah salah satu budaya daerah Kabupaten Kerinci tepatnya didaerah Semurup. Budaya ini merupakan budaya asli nenek moyang daerah Semurup yang sudah terjadi beberapa abad yang lalu. Tigo Luhah atau tiga lurah sebutan khas daerah Semurup merupakan salah satu daerah persatuan desa-desa (baca:saat ini) namun sebelumnya Tigo Luhah Semurup merupakan satu daerah yang terintegrasi antara tiga lurah ataupun daerah yang terpusat dalam suatu organisasi yang disebut “Semurup”.
Pada mulanya Semurup terdiri dari dua lurah yakni pertama Lurah Kuto Pudin dan yang kedua adalah Luhah Kuto Jiluang yang terintegrasi dengan nama Kuto Payung Semurup Tinggi, tepatnya di sana awal mula berdirinya teratak atau lahan perumahan warga pada saat itu dan pada akhirnya barulah terbentuk sebuah dusun yang terdiri ari beberapa teratak yang sudah dibangun oleh masyarakat Kuto Payung Semurup tinggi pada saat itu.
Setelah terbentuknya dusun maka secara perlahan masyarakat duo lurah berkembang dengan pesat, maka kemudian akhirnya dibentuklah lurah yang ketiga yang diberi nama lurah mudo (lurah muda). Lurah ini diberi nama lurah mudo karena lurah ini lurah yang terbilang baru dan hasil dari perkembangan masyarakat duo lurah. Dengan demikian Semurup terdapat tiga lurah yang kemudian hingga saat ini Semurup dikenal dengan sebutan istilah adat yakni Tigo Luhah Semurup.
Kemudian, setelah terbentuknya Tigo Luhah barulah dibentuk aturan-aturan adat yang pada saat itu berisikan tentang anjuran membentuk kepala dusun dari ketiga lurah tersebut dengan diberi nama depati untuk masing-masing pemimpin lurah masing-masing.
Dengan hal ini, pada saat itu para tokoh adat dalam hal in para depati membentuk suatu peraturan untuk masyarakat tigo lurah Semurup dengan sumpah yakni Mandi Balimau untuk dilakukan sekali dalam dua tahun yang hingga saat ini masih berlaku sehingga menjadikan Mandi Balimau sebagai budaya Semurup yang harus dilakukan rutin dalam dua tahun.
Mandi Balimau adalah mandi bersama antara para depati, ninik mamak untuk menyiramkan limau pada mayarakat tigo lurah Semurup. Adapun maksud dan tujuan dari Mandi Balimau ialah “menyambung yang putuh, mematut yang silang, menjernihkan yang keruh dan saling kenal- mengenal”. Artinya ialah mempertemukan seluruh masyarakat tigo lurah agar saling kenal satu sama lain dan kemudian untuk menyatukan agar masyarakat tigo lurah Semurup tahu budaya asal daerah Semurup.
Esensi yang patut kita ketahui dari tradisi Mandi Balimau ialah yang mana jika sebelumnya antar masyarakat terdapat konflik dengan tradisi Mandi Balimau konon bisa mengobati rasa dengki dan iri antar masyarkat ketika setelah disiram dengan air limau. Inilah maksud ataupun hikmah dari tradisi Mandi Balimau yang membudaya di daerah Semurup atau sering disebut Tigo Luhah Semurup.
Keunikan tradisi Mandi Balimau ini menurut penulis harus dipertahankan dan dikembangkan agar nantinya generasi-genarasi muda saat ini mengenal sehingga tradisi ini akan terus berkembang. Harapannya di era globalisasi ini tradisi Mandi Balimau tidak akan terancam dengan arus westernisasi. Hal yang perlu dilakukan ialah mensosialisasikan kepada generasi muda serta menjalankan tradisi ini secara rutin.
0 komentar: