Kerinci Institute

Membumikan Literasi di Bumi Sakti

Sumber:  https://www.religionworld.in Oleh: Nabhan Aiqani (Penggiat Literasi di Kerinci Institute) Dalam dunia yang serba ...



Sumber: https://www.religionworld.in


Oleh: Nabhan Aiqani
(Penggiat Literasi di Kerinci Institute)

Dalam dunia yang serba dinamis, adalah sebuah silogisme dengan premis-premis mayor yang berujung pada konklusi bahwa Ilmu adalah jalan bagi seseorang untuk bisa mengelaborasi segala hal yang berkaitan dengan realitas dunia serta yang ada pada dirinya sendiri. Plato menyebutnya sebagai episteme, yaitu pengetahuan tunggal yang tetap sesuai dengan ide-ide abadi. Menjadi hal yang umum dimana konsep ilmu dan pengetahuan barat di jadikan rujukan filosofis keilmuan yang ada sekarang ini.

Sehingga, harus diakui bersama literatur akademik kontemporer merupakan dominasi dari pemikiran dan worldview filsuf-filsuf barat. Ranah pengetahuan dan akademik tak satu pun luput dari pengaruh pemikir barat.

Namun, problema muncul, ketika keilmuan dalam tradisi filsafat barat dimulai dengan landasan rasio (rasionalis) dan penginderaan (positivis). Plato menyebutnya sebagai realitas ganda. Bila mana pengetahuan akan dunia di tilik dari dua aspek ini, tentu akan mejerumuskan filosof pada cara berpikir yang sempit (narrow thinking). Kebenaran hanya akan dapat dicapai apabila objeknya dapat diuji melalui metode observasi ilmiah, empiris, rasional dan positivis. Mereka menyangkal segala bentuk eksistensi wahyu (revelation). Wahyu bukanlah suatu hal yang ilmiah dan irasional. Dengan begini, alam pikir (realm of thinking) keilmuan barat diarahkan pada penyangkalan terhadapeksistensi Tuhan.

Sekularisasi ilmu adalah kenyataan yang harus diterima, disaat keilmuan digiring untuk menolak kebenaran wahyu. Ini dapat terlihat dimana pada saat ini agama (kristen)-karena merujuk pada filsafat barat dan Kristen adalah agama dominan-hanya mendapatkan posisi pinggiran sampai saat ini, berbeda halnya ketika zaman pertengahan (medieval times), ketika agama (kristen) menjadi sentral peradaban barat. Hal ini untuk menunjukkan secara tegas perspektif positivis dalam memandang bahwa ilmu haruslah free value (bebas nilai). Atau dengan kata lain, semua embel-embel agama, budaya, etnis, rasial, haruslah ditanggalkan oleh para filosof. Ranah keilmuan merupakan doktrinisasi yang melihat bahwa kebenaran adalah suatu hal yang relatif, tidak ada satupun kebenaran yang absolut diatas dunia.

Segaris dengan pernyataan Hegel, bahwa pengetahuan adalah ongoing process, dimana apa yang diketahui akan terus berkembang. Tahapan atau teori yang telah dicapai, akan dapat “disangkal” oleh satu tahapan baru. Kedua tahapan yang saling bertentangan ini, kemudian akan menghasilkan sintesa  baru, yang nantinya juga akan dapat dinegasikan oleh tahapan baru lagi. Ia menyebutnya sebagai dialektika. Tak heran bila muncul diktum “manusia akhirnya dituhankan dan Tuhan pun dimanusiakan (man is deified and deity humanised)

Keistimewaan Filsafat Islam
Syed Naquib al Attas mengakui peradaban barat modern menghasilkan banyak ilmu yang bermanfaat, namun peradaban tersebut juga telah menyebabkan kerusakan dalam kehidupan manusia. Penolakan terhadap wahyu dan kepercayaan agama mengarahkan keilmuan itu sendiri kepada sekularisasi ilmu. Pada akhirnya Peradaban Barat modern membuat ilmu menjadi problematis.

Berbeda dengan tradisi filsafat barat, sejatinya, Ilmu merupakan produk dari pandangan alam (worldview) suatu bangsa, agama, budaya atau peradaban, dimana terkandung nilai-nilai moral (moral values) dan keyakinan akan kebenaran suatu masyarakat, sehingga ilmu menjadi tidak bebas nilai (free value). Hamid Zarkasy menyebutnya sebagai “pandangan alam secara islami” atau Islamic Worldview.

Oleh karenanya, kekhasan filsafat islam dalam menjelaskan keilmuan yang ada membuat ilmu pengetahuan mencapai tahapan tertinggi dalam sejarah, bahkan tradisi filsafat yunani kuno tidak mampu untuk mencapainya. Oliver Leaman dalam bukunya History of Islamic philosphy menyebut filsafat islam itu sangat filosofis dalam arti logis-analitis, terus hidup dan penuh gejolak, tidak sekadar melanjutkan tradisi sebelumnya, tetapi juga meperlihatkan terobosan terobosan kreatif dalam menjawab persoalan-persoalan klasik maupun modern.

Meskipun begitu, banyak dari pemikir barat beranggapan bahwa filsafat islam tidak memiliki landasan. Filsafat islam dinilai hanya melanjutkan pemikiran filosof-filosof Yunani dan tradisi keilmuan dari doktrin Yahudi-Nasrani. Dalam khazanah filsafat dunia muncul semacam “sesat pikir” bahwa filsafat islam hanyalah “jembatan peradaban” dari zaman kegelapan ke zaman pencerahan. Tidak ada tempat istimewa bagi Filsafat Islam dalam pandangan filosof barat yang anti dan cenderung mengarah kepada rasisme intelektual dengan memojokkan posisi dari filsafat islam, yang menurut Oliver Leaman, sangat luas dan kaya.

Untuk menjawab kontroversi dan kritikan skeptis dari pemikir barat. Tentunya, harus dikedepankan dalil-dalil dan bukti sahih kekayaan intelektual pemikir Islam. Mengenai dalil, Al-qur’an telah menyuratkan dan menyiratkan dengan sangat jelas perihal anjuran bagi kaum musli untuk menuntut ilmu. Wahyu Allah yang pertama pun secara gamblang dapat diartikan sebagai perintah agar kaum muslim untuk membaca, jalan utama untuk mencapai pengetahuan dan keilmuan. Terbukti dengan penyebutan “al-ilm” atau ilmu yang sebanyak 823 kali. Dapat disimpulkan, landasan fundamental dari tradisi keilmuan islam, tak lain adalah Al-qur’an dan Hadits (Dr. Adian Husaini, 2013)

Bahkan disaat bangsa Eropa tengah berada dalam era dark age, Imuwan Islam justru dengan gilang gemilangnya berhasil menemukan banyak penemuan baru dalam sejarah manusia. Nama-nama seperti Al-khawarizmi, Ibnu Sina, al-Biruni, Ibnu Haitsam (Alhazen) yang berjasa dalam sains dan teknologi, serta Ibnu Khaldun, Al-Farabi, Ibnu Taimiyah yang dikenal sebagai ilmuwan sosial, selain itu ada al-Kindi, ibnu-Rusyd, Al-arabi, tokoh-tokoh peletak dasar-dasar filsafat Islam. Al-Ghazali yang secara tegas menolak segala bentuk tradisi filsafat, juga menambah kompleksnya keilmuan filsafat islam.

Keberhasilan renaissance bangsa Eropa tidak bisa dilepaskan dari sumbangsih pemikir-pemikir islam yang waktu itu bermukim di Andalusia (Spanyol)

Kembali pada Islam
Selaku muslim dan negara dengan jumlah muslim terbesar, sudah sewajarnya kita kembali kepada tujuan dan pedoman hidup, Al-qur’an dan Hadits. Kekayaan intelektual muslim yang ditunjukkan dengan berbagai pemikiran dan penemuan para pemikir dan ulama Islam kenamaan zaman dahulu, harusnya membuat kita bangga dan kembali pada Islam sebagai tuntunan hidup.

Islam bukan hanya agama, namun way of life atau pegangan dalam memandang dunia (islamic worldview). Tradisi keilmuan atau filsafat islam tidak lain berlandaskan atas keimanan kepada Allah Swt. selaku pencipta dan tidak ada yang kita ketahui kecuali atas izin dari-Nya. Dengan semakin tingginya ilmu seseorang, ketakwaan dan ketaatan kepada Allah akan semakin meningkat pula. Sebab, ilmu yang kita miliki tidak ada apa-apanya dibanding Ilmu Allah.

Islam tidak pernah melarang untuk berpikir secara rasional dan empiris, selagi itu tidak menyalahi aqidah. Karena pada dasarnya, kewajiban menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim, dengan tujuan tak lain hanya semata mengharapkan ridho dari Allah Swt.

Terakhir, manusia harus sedapat mungkin menghidarkan diri terjebak pada fatamorgana keilmuan yang kering dan gersang. Penghambaan secara berlebihan pada rasio dan penginderaan manusia yang sangat terbatas untuk menggapai kebenaran, justru akan mengarahkan manusia pada lorong kehidupan tanpa makna. Ilmu yang didapatkan tidak memiliki pengaruh terhadap zahir dan bathin. Hingga akhirnya, tidak ada yang didapat selain terjeremus pada keinginan untuk memenuhi hasrat nafsu duniawi belaka.


Sumber: detik.com Oleh: Septa Dinanta AS* Pagi itu, seperti biasanya, cuaca terasa sejuk. Dari ketinggian perbukitan Koto Bingin Tin...

Sumber: detik.com


Oleh: Septa Dinanta AS*

Pagi itu, seperti biasanya, cuaca terasa sejuk. Dari ketinggian perbukitan Koto Bingin Tinggi, salah satu bekas pemukiman purba di Kerinci, terlihat hamparan lembah begitu indah dan masih alami. Tak ada rasa jemu ke mana pun mata memandang. Meski sudah ditaburi oleh rumah penduduk, hamparan hijau sawah tetap masih dominan.

Bila pandangan dilemparkan ke bagian mudik, tampak Gunung Kerinci yang berdiri kokoh dan menjulang tinggi. Di bagian hilir, tampak pula Danau Kerinci yang dihiasi embun pagi.
Namun, keindahan alam Kerinci nan molek itu tak seperti sejarah sosial masyarakatnya. Meski hidup di tengah-tengah perbukitan dan lembah yang hijau, sejuk, indah dan hening, sejarah sosial masyarakat Kerinci hampir tak pernah luput dan selalu dihantui oleh masalah hiruk-pikuk konflik horizontal yang disebabkan oleh berbagai macam masalah, mulai dari masalah remeh-temeh seperti masalah asmara sampai ke masalah politik dan agraria.

Belum lama berselang, konflik kembali pecah di Batang Merangin atau lebih spesifiknya di Tamiai (20/03/17). Tak tanggung-tanggung, konflik tersebut menyebabkan sejumlah orang terluka cukup parah dan puluhan sepeda motor dibakar oleh para pihak. Kali ini, masalah yang disangketakan cukup serius, yaitu masalah hak ulayat atas tanah Keadipatian Muaro Langkap Masalah serupa juga sempat berhembus di wilayah Keadipatian Rencong Telang di Pulau Sangkar yang jaraknya tak terlalu jauh dari Tamiai.

Jauh sebelum itu, konflik juga terjadi di antara masyarakat Tanjung Pauh dan Kumun yang berdampak pada pembakaran rumah dan korban luka-luka. Hal yang sama juga pernah terjadi di Kemantan dan Pendung yang menelan korban jiwa. Bahkan, konflik yang berujung pada pembakaran puluhan rumah pernah terjadi di Siulak, meskipun para pihak yang berkonflik masih dalam satu rumpun adat Tigo Luhah Tanah Sekudung. Selain itu, konflik yang berlatar-belakang masalah politik juga pernah terjadi antara Siulak dan Semurup yang berujung pada pemblokiran jalan raya.


Dan terakhir adalah konflik antara warga Sleman dan Pendung Talang Genting yang dipicu oleh pertikaian antara siswa dari kedua desa tersebut (30/7/2018).


Adat dan kepemimpinan politik
Jika ditinjau lebih jauh, sistem adat yang terbangun di Kerinci mengandung antisipasi-antisipasi konflik. Pada zamannya, tak banyak sistem adat atau politik secanggih sistem yang ada di Kerinci. Sistem adat Kerinci tak mengenal raja tunggal yang absolut. Kepemimpinan politik di Kerinci berbentuk presidium. Sistem yang canggih itu, dalam perspektif sosiologi pengetahuan, tak luput dari model sosial dan kultural serta geopolitik saat itu yang kemudian mempengaruhi sistem pengetahuan masyarakat mengenai kekuasaan.

Dalam sistem presidium, setiap keputusan harus diambil secara kolektif. Dalam tradisi politik Kerinci, sejak kepemimpinan adat yang semula Depati 4 dan kemudian dikembangkan menjadi Depati 4 dan 8 Helai Kain, Tigo Luhah Tanah Sekudung, Pegawai Jenang Pegawai Rajo, Batu Gong Tanah Kurnia, dan Lekuk Limo Puluh Tumbi. Masing-masing Depati yang merupakan pemegang kekuasaan tertinggi di masing-masing wilayah berkumpul di Balai Adat yang berlokasi di Hamparan Besar Tanah Rawang. Semua utusan memiliki kedudukan dan hak yang sama dalam pengambilan keputusan.

Model sistem tersebut dibangun bukan tanpa alasan. Bentuk geografis Kerinci yang pagari oleh perbukitan, hutan yang lebat dan binatang buas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan pola sosial masyarakat. Kondisi geografis tersebut membuat Kerinci relatif sangat aman dari gangguan musuh. Kerajaan mana pun tak mampu mengontrol Kerinci secara penuh. Relasi Kerinci dengan kerajaan-kerajaan besar di sekitarnya pun kemudian dibangun secara koordinatif dan tidak hirarkis. Hal ini terbukti dengan adanya naskah-naskah kuno yang berisi tentang perjanjian-perjanjian dagang.

Dengan model sosial dan geopolitik yang demikian, Kerinci tak memiliki musuh bersama sehingga identitas komunal tak menjadi begitu kuat. Identitas masyarakat terbentuk berdasarkan zona masing-masing komunitas masyarakat yang dipimpin oleh seorang Depati. Masyarakat pun merasa tak butuh adanya komando tunggal karena peperangan dengan daerah lain sangat jarang terjadi di masa lalu. Itu pula yang menjelaskan kenapa Kerinci tak memiliki tradisi militer seperti kerajaan-kerajaan lain pada zamannya.

Melemahnya kapasitas adat
Seiring berjalannya waktu, identitas yang terkotak-kotak berdasarkan zona tersebut menimbulkan masalah yang pada umum dikarenakan oleh adanya sentimen sosial antar zona wilayah atau antar kampung. Model sistem politik birokrasi modern yang lebih terbuka dan bebas membawakan cerita yang berbeda ketika berhadapan dengan model sosial masyarakat Kerinci. Model kepemimpinan presidium dan zona adat yang terkotak-kotak tak dilihat lagi signifikansinya. Identitas komunal di masing-masing zona tersebut malah dijadikan atau dilihat sebagai “lahan basah” untuk sumber daya politik atau komoditas politik. Akibatnya, primordialisme masing-masing keadipatian pun semakin kuat dan mengkristal.

Dengan kondisi seperti itu, adat tak lagi menjadi tumpuan kepemimpinan dan kebijaksanaan. Adat menjadi tak lebih sebagai subbagian dari politik. Akhirnya, kepedulian dan rasa memiliki atas Kerinci secara keseluruhan semakin hilang. Semua entitas keadipatian yang ada berbicara atas dasar kepentingan komunal kelompok mereka masing-masing. Kewibawaan Kelembagaan adat semakin merosot. Hal ini tampak dari semakin tak berperannya kelembagaan adat Depati Empat dan Delapan Helai Kain dalam penyelesaian konflik-konflik. Inilah salah satu penjelasan kenapa konflik yang baru saja terjadi di Tamiai bisa terjadi.

Jika berkaca pada tradisi masa lampau, adat memiliki mekanisme untuk menerima para pendatang. Dalam setiap zona masing-masing wilayah selalu ada penghuni pertama dan pendatang. Pada masa lampau, para pendatang diterima dengan begitu baik dan bijaksana. Mereka bahkan diberikan gelar adat khusus sesuai dengan gelar adat di mana mereka berasal. Misalnya dalam ulayat adat Tigo Luhah Tanah Sekudung, hampir sebagian besar wilayah-wilayah baru dihuni oleh pendatang Karena memiliki wilayah adat yang sangat luas. Namun, selain adanya kebijaksanaan dan rasa persaudaraan yang kuat hal tersebut dimungkinkan karena masih kecilnya jumlah penduduk dan masih sangat luasnya lahan yang tersedia.

Peran Pemerintah Daerah

Sejak Indonesia merdeka, bahkan sejak resmi diperintah oleh Hindia Belanda, kelembagaan adat sudah tak lagi menjadi satu-satunya kekuatan politik pemerintahan dalam masyarakat. Namun, sejujurnya, khususnya dalam konteks masyarakat Kerinci, posisi kelembagaan adat jauh lebih baik pada masa pemerintahan Hindia Belanda dibandingkan pemerintahan sekarang. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, kelembagaan adat diberikan posisi yang sangat strategis dan diakui sebagai bagian dari pemerintahan secara formal. Hal ini terlihat dari adanya model Kemendapoan yang dipimpin oleh para Depati di masing-masing zona wilayah adat.

Berkaca dari sejarah, sudah sepatutnya pemerintah daerah melihat adat sebagai entitas penting dalam pembangunan masyarakat. Diakui atau tidak, sampai saat ini, kelembagaan adatlah yang memiliki akar dan basis kepemimpinan yang kuat dalam masyarakat. Jika mereka difasilitasi dengan baik dan dilibatkan dalam pelaksanaan program-program pemerintah, pemerintah akan sangat terbantu, setidaknya dalam mengatasi kecenderungan konflik horizontal dalam masyarakat. Terlebih, saat ini adanya kewenangan lebih yang diberikan oleh pemerintah pusat terhadap komunitas adat. Beberapa bulan yang lalu Presiden Joko Widodo mengeluarkan surat keputusan terkait pengelolaan hutan oleh komunitas adat. Salah satu daerah yang paling banyak mendapatkan SK tersebut adalah Kabupaten Kerinci.

Kesadaran untuk tidak memperalat atau menjadikan adat sebagai komoditas politik juga sangat penting untuk ditanamkan bagi semua pemangku kepentingan (stakeholders). Pelibatan adat dalam politik praktis akan berdampak buruk bagi masa depan kelembagaan adat. Wibawa mereka akan terus tergerus karena adanya pembangkangan-pembangkangan yang dilakukan oleh anak batino ketiga mereka berbeda pilihan politik dengan pemangku adat. Selain itu, politik praktis akan membuat masyarakat Kerinci semakin terkotak-kotak dan terpecah belah yang berdampak pada rentannya konflik horizontal berbasis identitas sosial.

Terakhir, masalah ekonomi atau lebih spesifik masalah lapangan pekerjaan tentu menjadi masalah yang cukup mendasar dan mendesak untuk diatasi. Masalah konflik agraria yang baru-baru ini terjadi belakangan ini tak bisa dilepaskan dari masalah ekonomi. Semakin bertambahnya jumlah penduduk maka akan semakin banyak lapangan pekerjaan yang dibutuhkan. Sementara itu, lahan sangat terbatas dan banyak dijadikan untuk lokasi rumah penduduk. Hutan lindung tentu tak bisa disalahkan karena posisinya juga sangat vital dalam banyak hal. Dengan demikian, pemerintah daerah harus berpikir keras untuk melirik basis ekonomi selain pertanian, salah satunya adalah pariwisata. Jika tidak segera diatasi, masalah ini akan menjadi bom waktu yang dapat meledak kapan saja sebagai pemantik terjadinya konflik horizontal.

*Mahasiswa Program Magister Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia/Peneliti di Paramadina Public Policy Institute (PPPI), Universitas Paramadina, Jakarta

Oleh: Arifka Mahmudi (Awardee LPDP )  Pada   tanggal 20 Maret setiap tahunnya diperingati sebagai hari dongeng internasional yan...


Oleh: Arifka Mahmudi
(Awardee LPDP ) 
Pada  tanggal 20 Maret setiap tahunnya diperingati sebagai hari dongeng internasional yang dimulai di Swedia sekitar tahun 1991-1992. Kemudian peringatan ini diikuti oleh negara-negara lainnya seperti Australia, Meksiko, dan negara-negara lain. Di Indonesia, peringatan ini dimulai secara nasional pada tanggal 28 November 2015 yang bertepatan dengan hari lahirnya bapak dongeng nasional yaitu Drs. Suryadi atau yang dikenal dengan Pak Raden. Pada intinya, peringatan hari dongeng bertujuan untuk melestarikan seni mendongeng.
Namun, nampaknya peringatan hari dongeng masih belum populer di kalangan masyarakat Indonesia, baik itu hari dongeng internasional maupun hari dongeng nasional. Dongeng sejak dahulu merupakan pengantar tidur dan sekaligus hiburan yang sarat akan makna, pesan moral, pembelajaran dan inspirasi yang selalu dinanti oleh anak-anak. Namun, akibat perkembangan teknologi menyebabkan posisi dongeng semakin tergerus.
Hiburan yang dulunya didapat dari orang tua secara lisan digantikan dengan hadirnya televisi dan smartphone. Televisi dengan segala program acaranya berhasil mendapat tempat di hati anak-anak. Acara televisi yang kadang tidak layak ditonton oleh anak-anak pun kadang terkonsumsi oleh anak-anak. Dulu, sekitar tahun 2000an banyak film kartun dan film anak-anak yang ditayangkan oleh stasiun televisi. Program tersebut berhasil menyita waktu anak-anak untuk duduk didepan televisi selama berjam-jam. Beberapa film yang ditayangkan seperti Power Rangers, Ultraman dan masih banyak film lainnya. Film-film tersebut mempertontonkan adegan-adegan kekerasan. Anak-anak yang salah satu cara belajarnya adalah dengan meniru secara tidak sadar mempraktekkanadegan-adegan tersebut di dunia nyata.Seperti kasus yang terjadi pada tahun 2006, anak SD membunuh temannya, diketahui bahwa cara dia membunuh temannya yaitu dengan meniru adegan smackdown yang ia tonton.
Smartphone dengan segala fiturnya juga berhasil menyita waktu anak. Fitur tersebut seperti permainan, youtube, media sosial, dll. Terkadang dalam fitur-fitur tersebut menampilkan konten yang tidak layak dilihat oleh anak, seperti pornografi. Kondisi ini didukung oleh sikap orang tua yang apatis terhadap dunia anaknya. Orang tua memberikan smartphone kepada anaknya namun lupa mengawasi anaknya dalam menggunakannya.
Kedua hal tersebut mengakibatkan degradasi moral dan hubungan anak dengan orang tua menjadi tidak akrab. Sehingga orang tua yang seharusnya menjadi lingkungan pendidikan pertama dan utama yang membentuk dasar kepribadian anak tidak melaksanakan perannya secara maksimal.
Salah satu solusi dari permasalahan tersebut adalah kembali menggalakkan dan mengajak para orang tua untuk mendongeng. Kemajuan teknologi sekarang ini yang memungkinkan informasi berkembang dan tersebar luas secara cepat dapat digunakan sebagai media promosi hari dongeng internasional yang diperingati pada tanggal 20 Maret setiap tahunnya. Promosi ini tentunya harus didukung secara masif oleh semua kalangan, mulai dari pemerintah, media massa, sekolah, masyarakat, dan para orang tua.
Mendongeng merupakan suatu metode untuk mendidik anak yang sudah ada sejak zaman dahulu. Dengan mendongeng, orang tua dapat mendidik anaknya tentang akhlak, yaitu dengan menceritakan kisah-kisah teladan seperti cerita nabi Muhammad. Melalui cerita tersebut para orang tua dapat mengajarkan tentang akhlak yang baik dan yang buruk serta akibat dari keduanya. Dengan adanya contoh tersebut, anak akan lebih mudah memahami kenapa perbuatan baik harus dikerjakan dan  perbuatan buruk itu dilarang.
Dalam kegiatan mendongeng akan terjalin ikatan emosional yang lebih kuat antara anak dan orang tua, melalui interaksi. Dengan adanya interaksi akan terjalin ikatan emosional yang semakin kuat. Dalam kegiatan mendongeng orang tua dapat memberikan sentuhan pada anak, seperti memegang tangannya, menggelitik, dan memeluk yang membuat kedekatan emosional antara orang tua dan anak semakin erat. Selain interaksi fisik, dalam kegiatan mendongeng tentunya juga terjalin interaksi lisan, tidak hanya menceritakan, orang tua juga dapat melakukan dialog, seperti misalnya dalam menceritakan kisah nabi Muhammad, “kamu kenal nabi Muhammad atau mungkin meminta pendapat mereka tentang cerita yang diceritakan kepada mereka.
Dengan adanya kedekatan itu, anak akan lebih percaya kepada orang tua sehingga ia akan lebih terbuka akan permasalahan dan kejadian yang terjadi kepadanya, anak juga akan mudah menerima perintah dan larangan orang tua. Dengan demikian, orang tua akan mudah mendidik dan mengarahkan anaknya untuk menjadi anak yang baik.
Hal pentinglainnya yang harusdiketahui adalah mengenai waktu yang terbaik untuk mendongeng. Hasan Syamsi mengatakan dalam bukunya “Modern Islamic Parenting”, bahwa waktu terbaik untuk berdongeng adalah sebelum tidur. Karena cerita-cerita yang diceritakan kepada anak sebelum tidur akan melekat dalam memori dan otak anak saat tidur. Dan ia menyarankan bahwa ibu harus memilih kisah-kisah dengan happy ending dan menjauhi kisah-kisah kekerasan atau khayalan karena bayangan menakutkkan kisah-kisah seperti ini akan tetap melekat di memori anak dan membuatnya susah tidur.
Ia juga mengatakan bahwa para dokter kejiwaan anak meminta orang tua untuk membiasakan menuturkan dongeng sebelum tidur dengan suara yang penuh kasih sayang, bukannya mengandalkan tayangan televisi atau kaset-kaset CD. Karena, keberadaan orangtua di samping kasur anak sebelum tidur semakin membuat anak dekat dengan orang tua dan menjauhkannya dari segala ketakutan dan mimpi buruk saat tidur.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa “mendongeng adalah cara klasik yang asyik untuk mendidik”. Oleh sebab itu, melalui peringatan hari dongeng sedunia ini, mari kita galakkan kembali mendongeng dalam kehidupan kita, khususnya di lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama untuk anak yang membentuk karakter dasar anak sebelum mereka memasuki lingkungan pendidikan setelahnya, yaitu lingkungan sekolah dan masyarakat. Melalui kegiatan mendongeng kita berharap dapat membentuk generasi-generasi yang berakhlak mulia dalam upaya mendukung program pemerintah untuk menggalakkan pendidikan karakter.

Oleh: Nabhan Aiqani Penggiat Literasi di Kerinci Institute Prrtaakk.. prttakk ..tung ..tungg.. begitulah bunyi yang senantiasa...


Oleh: Nabhan Aiqani
Penggiat Literasi di Kerinci Institute

Prrtaakk.. prttakk ..tung ..tungg.. begitulah bunyi yang senantiasa mengiringi pagi di rumah ini. Ya sebuah rumah di sudut dusun yang masih sangat asri dan muram. Sekelilingnya banyak pepohonan berdaun lebat menunggu kapan akan tumbang, sementara ketika pandangan agak diarah ke sebelah utara, maka hamparan sawah tak kunjung bosan menghibur mata. Suara sahutan, mengajak menolehkan pandangan untuk mengintip siapa yang lewat di jalan kecil berbatu arah ke pendakian dusun. Benar saja.. disana tak sedikit Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang sudah menyiapkan peralatan sembari menyusuri jalan dengan penuh pengharapan untuk bertempur mengais rupiah di hari yang masih diberikan Tuhan untuk dilalui.

“Nduukk,, kok kamu masih molor saja,” sergah ibu sambil berdiri didepan tempat tidur si kulup. “Bangun lagi sudah.. jangan kau turuti malasmu itu, kalau tidak seember air yang akan bertindak” kata ibu memberikan ultimatum yang diikuti sikap spontan si kulup untuk berubah dari posisi tertidur menjadi berdiri tegap dengan mata yang masih sayu.

Hari minggu memang selalu menjadi waktu yang menyenangkan untuk berleyeh-leyeh dirumah. Barangkali Tuhan memang sudah menakdirkan demikian. Jangankan untuk melangkah keluar rumah, untuk hanya sekadar beranjak dari kamar tidur ke kamar mandi saja si Kulup enggan melakukan. Tapi ibu tidak tinggal diam, ibu selalu punya jurus ampuh yang akan keluar kapan saja dibutuhkan, seolah sudah diatur sedemikian rupa. 

Dengan langkah gontai penuh kemalasan yang tak terbilang, si kulup berjalan terhuyung dari kamar tidur ke kamar mandi, mungkin langkah ini sama beratnya dengan berjalan didepan rumah mantan yang sudah menikah. Melihat tanda-tanda tindak mengenakkan, ibu langsung bertindak dengan sigap, dan jurus ampuh ibu pun keluar.

“Lup, ibu sedang memegang ember nih, air nya pun masih penuh,” teriak ibu dari luar sambil menyiram bunga ditaman kecil yang dibuat oleh almarhum Bapak si Kulup.
“ohh iya iya bu,, kulup bukannya sedang malas tapi memang kulup menikmati setiap langkah dari kamar tidur ke kamar mandi dengan penuh khusu’ dan kontemplasi ala filosof yunani yang keren itu bu”, “halahh apa pula bahasa kamu itu, lup. Ibu tidak mengerti, satu-satunya yang ibu pahami yaa ini, bahwa kehidupan harus berlanjut, dan jangan terlalu banyak sandiwara, kau tanam itu pula yang kau dapat. cukup” kali ini ibu menjawab dengan bijak sekali, pukulan telak yang tepat menghujam ulu hati si Kulup.

Berawal dari sinilah semua cerita di rumah di pinggir dusun ini bermula.

“Ibu ingatkan pada kau lup. Tidak usah kau terlalu berlagak dan bersikap tinggi hati pada orang lain. Hiduplah dengan sederhana dan apa adanya, jangan kau buat-buat, jangan pula kau tambah apalagi kau kurangi, cukup sesuai dengan takarannya saja. Ibu tidak ingin kita hidup dalam kepalsuan, penuh dengan tawa, tapi semu. Biarlah penuh derita yang penting apa yang diberoleh bukanlah hasil dari korupsi, penyelewengan atau pencurian yang hanya untuk menyenangkan hati sesaat, malah akan lebih banyak pula mudharatnya. Kau ingat juga lup, Ibu tidak ingin anak ibu berbicara sok bijak, kalimat-kalimatnya begitu melangit, sampai ibunya sendiri tidak paham. Cukup kau bicara dengan apa adanya, bicara dengan kata yang bahkan oleh orang tak berpendidikan sekalipun mengerti. Satu lagi lup, jangan pula kau terlalu banyak angan dan ingin, lagak para pejabat sana. Kau boleh punya cita-cita tinggi tapi niatkan cita-citamu itu untuk kebaikan, kebaikan dirimu, adik-adikmu, keluarga, bangsa dan negara begitupun dengan agama. Ibu tidak akan pernah menyesali keadaan keluarga kita yang penuh kekurangan sekarang ini, tapi ibu akan lebih menyesal ketika ibu tidak bisa membesarkan anak ibu dengan baik dan berguna.”

Kalimat ibu yang cukup panjang membuat hati kulup teriris, ia tersadar sejenak dan merenungkan setiap kata-kata ibu. Ia teringat ibu yang siang malam bekerja tanpa pamrih semenjak bapaknya meninggal, ia juga teringat ketiga orang adiknya yang masih sangat kecil namun mesti hidup dalam kekurangan dan kesusahan. Ia membulatkan tekad untuk berubah sedemikian rupa menjadi anak yang mampu membanggakan ibu.

Di kamar mandi sementara tangannya memegang gayung dengan air yang begitu dingin. Pikiran si kulup tiba-tiba tersentak, ia mengingat kembali suasana ketika ia melewati jalan di dusun yang dipenuh baliho dari calon pemimpin daerah. Banyak ragam, banyak macam, dan banyak pula janji yang terucap. 

Seketika ia teringat akan nasehat ibu barusan. Sambil bergumam sendiri, kulup berkata
.
“Apa yang istimewa dari tebaran baliho dan janji-janji yang tak jelas itu? Tidak tahukah mereka kalau seupil pun aku tidak terpengaruh”
“Sebab bagiku sosok pemimpin yang tidak pernah bepura-pura adalah seorang yang hidup dengan penuh ikhlas membesarkan anaknya sendirian tanpa didampingi oleh suami. Pagi-pagi sudah terbangun hanya untuk memastikan asap didapur tetap mengepul, agar aku dan adik-adikku tidak kelaparan. Sementara ketika matahari mulai beranjak siang, dia sudah bergumul dengan cangkul bermandikan debu dan tanah. Selalu menasehatiku tentang arti kehidupan dan kesederhana hidup walaupun sekali-kali agak cerewet. Nahh sosok pemimpin itu adalah Ibuku sendiri.” 

Si Kulup menyelesaikan mandinya dengan sumringah. Setelah berpakaian rapi dan gagah, Kulup berlari menghampiri ibu yang masih sibuk dengan urusan rumah yang belum selesai, dengan mata berkaca-kaca ia memeluk dan merangkul ibunya itu.





  Oleh: Legi Okta Putra (Pegiat Literasi di Kerinci Institute dan Alumnus Ilmu Peternakan Universitas Andalas) Daging ayam adalah...



 Oleh: Legi Okta Putra
(Pegiat Literasi di Kerinci Institute dan Alumnus Ilmu Peternakan Universitas Andalas)

Daging ayam adalah sumber makanan yang sudah tertulis di dalam Al-Quran yang berasal dari sebagian pada hewan ternak unggas/burung. Mulai dari zaman dahulu sampai  sekarang keinginan akan daging ayam tidak pernah pudar. Jauh sebelum teknologi berkembang pesat, daging ayam didapatkan dengan cara berburu didalam hutan. Berbagai macam cara akan dilakukan untuk mendapatkan seekor atau lebih ayam hutan untuk memenuhi kebutuhan akan daging ayam.

Perbedaannya pada zaman sekarang, ayam hutan yang dahulunya liar sekarang sudah dilakukan domestikasi (penjinakan) untuk diternakkan menggunakan teknologi dengan sekala besar, sehingga setiap orang dapat mengkonsumsi daging ayam dengan mudah tanpa berburu didalam hutan. Kemajuan teknologi yang terjadi saat inilah yang menjadi kekuatan dalam membangun usaha peternakan dalam skala puluhan ribu. Hal ini, terjadi karena kebutuhan akan daging ayam sangat tinggi sesuai dengan ayat Al-Quraan yang abadi dan kebenaran sudah terbukti.

dan daging burung apapun yang mereka inginkan” (Al-Waqiah (56):21)

Penggalan ayat tersebut “dan daging burung apapun” disini menjelaskan tentang tiga suku kata yaitu daging adalah bagian dari ternak yang dapat dimakan, burung adalah kelas hewan yang memiliki bulu, paruh, dan sayap, dan apapun adalah suku kata yang memiliki arti banyak. Berarti penggalan ayat tersebut berisi tentang banyaknya jenis dari burung yang sudah diternakkan dalam jumlah besar adalah ayam, itik, puyuh, merpati dan lainnya yang bisa dipilih untuk dikonsumsi dagingnya. 

Sedangkan sambungan dari penggalan ayat tersebut adalah “yang meraka inginkan” menjelaskan dua suku kata yaitu mereka adalah objek manusia yang memiliki hasrat keinginan akan makanan daging tersebut dan inginkan adalah rasa keinginan yang berada pada objek tersebut. 

Peluang Usaha Daging Ayam
Tanpa kita sadari bahwa Al-Quran sudah memberikan petunjuk bagi manusia bahwa ada peluang usaha yang terbuka lebar di bidang peternakan ayam dari masa lalu, sekarang dan akan datang. Peternak tidak perlu susah payah dalam melakukan survey terhadap tingkat konsumsi daging unggas. Sebab, didalam Al-Quran yang merupakan pedoman kehidupan bagi manusia sudah menuliskannya, sehingga tidak diragukan lagi akan kebenarannya.

Dari ayat Al-Quran Al-Waqiah ayat 21 dapat dikaitkan dengan peternakan ayam yaitu pertama, daging ayam dihalalkan untuk dikonsumsi dalam Islam sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Kedua, beternak ayam juga ikut dihalalkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging ayam. 

Ketiga, manusia menyukai daging ayam. Hampir semua orang sangat menyukai daging putih ini, tanpa terkecuali Upin-Ipin bintang kartun anak-anak yang selalu mengkampanyekan masakan ayam goreng di jagat raya nusantara. Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang mudah didapatkan dilingkungan sekitar masyarakat. Selain itu, harga daging putih tersebut juga masih dalam jangkauan masyarakat ekonomi menengah, sehingga banyak yang menginginkannya. Cita rasanya juga enak dan dapat dimasak dengan berbagai cara dan campuran sesuai keingian.

Keempat, peluang usaha yang menjanjikan. Dunia bisnis selalu mengkaji dua persoalan yaitu supply (ketersediaan) dan demand (kebutuhan). Kebutuhan daging ayam yang selama ini sudah tertulis didalam Al-Quran akan abadi hingga akhir zaman. Bisnis di bidang peternakan ayam sudah dipastikan berlanjut sampai masih ada yang membutuhkan, sehingga selama masih ada manusia maka kebutuhannya akan daging ayam selalu tinggi bahkan sampai akhir zaman.  

Al-Quran tidak luput membahas segala hal yang ada di atas dunia ini, karena sumbernya dari Allah SWT sang Pencipta Alam semesta. Kalam illahi tersebut terdiri atas ayat-ayat yang saling berkaitan dan merupakan satu kesatuan.

Peternakan didalam Al-Quran masih belum banyak tokoh yang bergerak mengkaji bidang tersebut. Oleh sebab itu, peternakan masih dianggap sebagai bidang yang paling bawah untuk digeluti dalam bekerja. Padahal sebelumnya, Rasulullah sendiri notabenenya adalah seorang peternak. Bidang peternakan juga banyak di bahas di dalam Al-Quran bahkan nama surat berasal dari nama ternak. Jadi, pencerdasan dan kampanye dunia peternakan yang masih perlu ditingkatkan agar masyrakat tidak memandang peternakan sebelah mata setelah mengetahui di dalam Ilsam juga tidak mengesampingkan dunia peternakan.